Mulai Marak di Bulan Ramadhan, Polda Jateng Himbau Tinggalkan budaya Main Petasan dan Perang Sarung

    Mulai Marak di Bulan Ramadhan, Polda Jateng Himbau Tinggalkan budaya Main Petasan dan Perang Sarung

    SEMARANG - Pada bulan Ramadhan 1443 H /2022 M, Polda Jateng dan jajaran bertekad meminimalisir gangguan kamtibmas agar Ramadhan menjadi bulan yang sejuk dan nyaman untuk beribadah.

    Polda Jateng juga berupaya agar kegiatan masyarakat berjalan lancar dan melakukan cipta kondisi agar toleransi antar umat beragama di masyarakat semakin meningkat. Untuk itu Polda Jateng menghimbau warga masyarakat untuk mengisi bulan Ramadhan dengan hal-hal positif.

    "Kami himbau juga agar sejumlah warga yang mengisi Ramadhan dengan budaya bakar petasan dan perang sarung untuk sedapat mungkin meninggalkan kebiasaan tersebut, " kata Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy, Minggu (17/4/2022).

    Jajaran Polda Jateng sendiri, kata dia, sudah melakukan upaya pencegahan dan penindakan terkait petasan dan perang sarung. "Jajaran kepolisian sudah menangani banyak kasus terkait mercon dan ditindak tegas.

    Beberapa orang ditangkap dan diproses hukum karena kasus jual beli bahan peledak yang akan dijual secara online maupun langsung, " ungkap Kabidhumas. Terakhir, kasus yang ditangani jajaran Polda Jateng, lanjutnya, adalah penangkapan tiga tersangka penjual bahan pembuat petasan atau mercon oleh Polres Kudus pada Sabtu (9/4/2022).

    "Pada kejadian itu, polisi menangkap tiga tersangka dan menyita sebanyak 32, 4 kilogram obat mercon siap pakai. Para tersangka menjual secara offline maupun online dengan harga Rp. 160.000, - per kg. Sekarang mereka sudah menjalani proses hukum. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat pasal 1 ayat (1) UU Darurat nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun, " tuturnya.

    Dijelaskan Iqbal, petasan atau mercon adalah bahan peledak yang bisa menimbulkan kerugian moril maupun materiil. "Membuat, menyimpan, mengedarkan, dan menyalakan petasan merupakan perbuatan pidana, " tegasnya. Sedangkan terkait perang sarung, dia menuturkan, kebiasaan tersebut masih dilakukan kalangan masyarakat khususnya remaja dan anak-anak untuk mengisi waktu pada malam hari.

    "Perang sarung bisa melukai bagian tubuh atau bagian kepala. Selain itu budaya perang sarung bila dibiarkan dapat berkembang menjadi aksi gesekan antar kelompok dan berpotensi pada jatuhnya korban jiwa, " tandasnya. Dia mencontohkan aksi penganiayaan terhadap pelajar warga Tegal, bernama Catur Setiawan. Remaja kelahiran tahun 2003 itu meninggal dunia setelah dianiaya dua orang di depan SMPN 3 Slawi, pada Minggu (10/4/2022) dini hari.

    "Bermula dari janjian sejumlah remaja untuk perang sarung. Korban yang mencari sarungnya yang tertinggal di depan SMPN 3 Slawi, bertemu dengan sejumlah orang. Kemudian timbul cekcok dan aksi perkelahian yang berakibat korban meninggal dunia, " terangnya.

    Terkait fenomena perang sarung, Kabidhumas menyatakan polres jajaran Polda Jateng sudah melakukan penindakan terkait hal ini. Kebanyakan pelakunya adalah kalangan remaja atau pelajar. "Bila tidak terjadi tindak pidana, dilakukan langkah pembinaan yang melibatkan unsur sekolah dan orang tua.

    Namun bila ada unsur pidana, maka akan diproses sesuai hukum yang berlaku, " tuturnya. Dirinya menghimbau seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif agar budaya membakar petasan dan perang sarung di bulan Ramadhan bisa dihilangkan atau diminimalisir. "Bila ada yang mengetahui pelanggaran terkait petasan atau mercon serta aksi perang sarung, silahkan melaporkan ke polisi terdekat, " tutupnya

    Edi Purwanto

    Edi Purwanto

    Artikel Sebelumnya

    Ditresnarkoba Polda Jateng Musnahkan 20...

    Artikel Berikutnya

    Beri Rasa Aman, Babinsa Dadapayam Sertu...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    TV Parlemen Live Streaming
    Polri TV: Transparan - Informatif - Terpercaya
    Danlanud Sultan Hasanuddin Mengantar Keberangkatan Wakil Presiden RI Kunker Ke Larantuka

    Ikuti Kami